Rabu, 10 Juli 2013

KETIKA KEPUTUSAN MILIK ORANG TUA

apa yang ada dipikiran para orangtua saat memutuskan untuk bercerai?

apa yang ada dipikiran para orangtua ketika melihat anak-anak mereka dalam posisi tertidur pulas memeluk guling lalu mereka tetap memutuskan untuk bercerai?

apa yang ada dipikiran para orangtua ketika palu hakim telah jatuh dan resmi sudah berpisah? saat pulang kerumah bertemu anak-anak mereka?

apa yang ada dipikiran para orangtua ketika anak mereka menanyakan dimana ayah atau dimana ibu?mengapa tinggal terpisah?

dan apa yang ada dipikiran orangtua ketika anak sama sekali tidak menanyakan perihal ayah atau ibu yang tidak lagi bersamanya?

apa yang ada dipikiran orangtua ketika anak sudah beranjak remaja dan kemudian melihat perbedaan komposisi orangtua dilingkungannya?

apa yang ada dipikiran orangtua ketika masa remaja anak mulai mencari jati diri lalu bangkit pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman seperti "mana ayah mu?", "mana ibu mu?". pernahkah orangtua memikirkan perasaan si anak satu detik setelah pertanyaan itu terlontar? pernahkah orangtua memikirkan bagaimana lalu si anak harus membungkus diri dengan sikap sewajar-wajarnya padahal seluruh darah tubuhnya mendidih menahan hawa panas tubuh?

saya bukan seorang psikiater, bukan juga penulis blog khusus masalah lika-liku pernikahan. Lah wong menikah saja belum..

semua pertanyaan itu entah dimana jawabannya bagi si anak. yang dia tau hanyalah tanpa ayah atau tanpa ibu.

Saya, Repi Otoffia anak gadis seorang janda berusia 42 tahun. Dan adik dari seorang perempuan yang berusia 24 tahub. Saya anak terakhir dari 2 bersaudara hasil pernikahan orangtua. Dan saya tetap anak terakhir dari hasil perceraian di umur saya 4 tahun.

Kenapa saya baru sadar sekarang padahan sejak umur saya 4 tahun orang tua saya berpisah.
Banyak drama-drama dalam hidup saya yang mempengaruhi pola pikir, sudut pandang, dan cara mengatasinya. Tentu berbeda dengan si A anak tukang sayur belakang rumah yang setiap pagi bantu bapaknya jualan sayur, siang sekolah dan sorenya membantu ibu berjualan ketoprak di pasar. Atau juga pasti berbeda dengan si B yang sepulang sekolah suka diajak ke mall sama mama nya, dan setiap hari selalu harus membeli mainan baru made in luar negeri. Dan saat pulang kerumah, papanya membawakan dia makan malam dari restoran kesukaan.

See? We're in the same world. But we're different.

Jadi bagi saya, pertanyaan paling penting ketika pasangan memutuskan untuk bercerai dalam keadaan sudah mempunyai keturunan yg masih kecil adalah, sudahkah anda memikirkan bagaimana setiap detik yang akan dilewati anak anda ketika saat dia dewasa? Sudahkah anda memikirkan bahwa dampak psikologis yang mungkin akan jadi bagian dari masalah perkembangannya? Apakah setelah perceraian si anak akan tetap mendapatkan kasih sayang dari masing2 pihak? Akan sama jumlah kasih sayangnya? Dengan siapa anak akan tinggal? Apa dia akan punya figur pengganti dari salah satu orangtua yang tidak bersamanya? Bla bla bla Dan pertanyaan-pertanyaan klise lainnya.

Dan bila memang pernikahan itu terlalu cepat berakhir, apa yang ada dipikiran para pasangan untuk menikah?

Saya anak korban perceraian. Tapi saya tidak pernah menanyakan satupun pertanyaan diatas kepada kedua orangtua saya. I am bad writer.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar